

Pertama kali membaca buku karang Habiburrahman El Shirazy ini, saya langsung tersedot menikmati keindahan cerita, alur dan setting mesir yang terjalin dan mengalir begitu indah dan memikat. Lembar demi lembar pun tak terasa terlewati hingga sampai ke lembar akhir yang menguras emosi…tertawa oleh keluguan Fachri dan menangis karena pengorbanan cinta yang dilakukan oleh Aisah dan terharu oleh ketulusan cinta Maria.
Oleh karena itu rasa penasaran datang menyergap ketika tahu difilmkan dan hari ini rasa penasaran itu tertuntaskan. Rencana nonton dengan tante pur dan sari jam 18.35 di teater gading, tapi penuh dan kita beralih ke la piazza …ternyata full juga dan diputuskan kita nonton di gading 2 jam 20.30. sambil menunggu, kita makan dulu.
Begitu film diputar, pada awalnya agak terkejut karena setting mesir yang saya harapkan tak sesuai dengan kenyataan (belakangan baru diketahui karena budget terbatas…jadi rasa pemakluman pun berpendar di hati) dan juga ada beberapa(bahkan cenderung banyak) adegan yang terpotong, tapi kembali lagi itu dapat terpahami karena keterbatasan waktu tayang…jadi kalo yang mau menonton film ini, saran saya terlebih dulu baca bukunya agar lebih mengerti…tapi bagi yang belum pun tak apa karena Hanung Bramantyo sang sutradara tidak melenceng dari buku, dan garis besar cerita pun menurut saya sudah lebih dari cukup terwakili. Kecerdasan Hanung terlihat dari pemilahan jalan cerita yang bisa dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi keindahan dari isi dan saya juga memuji casting director yang menurut saya tepat.
Fedi Nuril, yang memerankan Fachri tampil bagus…keluguan namun sorot cerdas pun dapat tergambar dengan cukup sempurna sehingga mengundang tawa penonton atas keluguannya seperti di saat tokoh Fachri yang begitu memegang norma dan prinsip Islam berkata “Astafirugllah” ketika tersadar setelah terpana memandang paras cantik (kalau tidak salah paras aisah.) hahaha…saya juga suka dengan cara Rianti membawakan karakter Aisah yang tegas, cerdas namun penuh kelembutan…sorot mata dari balik cadar dan eye contactnya dengan tokoh Fachri pun membuat kita terbawa. Tokoh Maria pun dibawakan dengan baik…demikian juga tokoh Nurul. Dan salah satu tokoh yang mampu menyedot perhatian juga tokoh narapidana yang satu sel dengan Fachri (yang sebenarnya seorang Profesor yang juga kena fitnah…tidak dijelaskan di film, tapi dibuku ada).
Dan semakin lama, penonton pun dibuat terbawa oleh keharuan pengorbanan cinta yang dilakukan tokoh Aisah. Bagaimana ketabahan seorang wanita yang baru menikah dan mendapatkan begitu banyak cobaan hingga harus merelakan suaminya menikah lagi karena mengetahui perasaan Maria yang begitu dalam pada Fachri hingga terjatuh sakit dan sekarat hingga akhirnya sembuh dan tiba-tiba terjadilah poligami.
Intrik pun mulai tercipta…dari kecemburuan masing-masing istri yang ingin memiliki sang suami hingga momen ketika Maria (yang diboyong ke kediaman Fachri dan Aisah) berduaan dengan Fachri dan tiba-tiba mereka berciuman dengan mesra dan tanpa sengaja Aisah yang hendak masuk ruangan pun terkejut dan hancur hatinya menyaksikan kejadian itu, namun dengan lapang dada merelakannya…betapa hancurnya. Padahal Aisah sendiri yang merestui Fachri untuk menikahi Maria. Dan begitu tulusnya Aisah yang selalu mengingatkan Fachri untuk bersikap adil seperti saat membeli makanan, dia pun mengingatkan suaminya agar membelikan untuk Maria juga.
Jadi itulah pelajaran bagi para pria yang berencana mencoba poligami…apakah bisa kalian berlaku adil dengan semuanya? Bahkan Aisah yang merelakan Fachri menikah lagi pun tak kuasa menahan gejolak cemburu…Apakah bisa semua seperti Asiah dan Maria dan Fachri yang akhirnya terus menemukan jalan untuk adil.
Memang cinta itu misteri…dan tak terduga. Tanpa kita sadari kita semua telah melakukan pengorbanan atas nama cinta (entah itu ke pasangan, orang tua, teman atau yang lainnya) dan walaupun terkadang sakit namun tetap mampu tertahan (walau kadang membuat kita menangis).
Akhir cerita, tersadar bahwa Fachri sebenarnya mempunyai 2 cinta sejati…Aisah yang begitu mencintainya dan bahkan rela melakukan pengorbanan cinta dan Maria yang memang sejak awal telah mencintai Fachri…mereka bertiga saling berputar dalam satu lingkaran kasih sayang tak terputus hingga maut menjemput Maria dan meninggalkan Fachri yang kemudian kembali menikmati cintanya dengan Aisah. Dan kembali terbayang scene saat Maria yang hendak menghembuskan nafas terakhirnya menyatukan tangan Fachri dan Aisah dan mengucapkan(kutipan saya mungkin tidak sempurna) “akhirnya mengerti antara keinginan untuk memiliki dan cinta sesungguhnya”…
Salut untuk Hanung Bramantyo!
Salut untuk para pemain di film ini dan semua crew-nya!
Dan dari segi musik, saya cukup puas dan soundtracknya pun mampu membuat kita terbawa suasana!
Komentar